Rabu, 19 Desember 2012

Kebahagiaan Anak-Anak





Kebahagiaan merupakan sesuatu yang sulit untuk dinikmati hari-hari ini, ditengah persoalan manusia yang kompleks. Semua orang merindukan kebahagiaan namun faktanya tidak semua orang mengalami kebahagiaan justru kehancuran. Maka, tidak jarang kita menemukan adanya fakta keluarga yang bercerai, berbagai macam bentuk kecanduan yang mengendalikan beberapa orang; narkoba, judi, alkohol, pornografi, dll. Unikanya usia orang yang mengalami ketidakbahagiaan tidak hanya usia dewasa tapi juga dialami oleh usia anak-anak.  Kita bisa membaca berita anak-anak yang menjadi korban perceraian, korban perdagangan manusia, anak-anak yang hidup di jalanan sebagai pengemis, pengamen, anak yang menjadi korban kekerasan orangtua, anak yang menjadi korban aborsi atau kelahirannya tidak dikehendaki, dan berbagai macam bentuk perlakuan pada anak, yang mana telah menendang jauh kebahagiaan dari kehidupan anak-anak, yang sebenarnya merupakan hak anak untuk bahagia. 

Seberapa pentingkah pengaruh kebahagiaan pada masa kanak-kanak? Hurlock (1992), memandang masa kanak-kanak yang bahagia sangat penting untuk perkembangan masa selanjutnya. Menurut Riana Mashar[1] dalam tulisannya bahwa "Ketidakbahagiaan dapat membahayakan penyesuaian pribadi dan sosial anak. Sebaliknya kebahagiaan mempengaruhi sikap, perilaku dan kepribadian mereka." Selanjutnya  Riana menyebutkan beberapa pengaruh kebahagiaan  untuk penyesuaian masa kanak-kanak, yaitu:
  1. Anak yang bahagia biasanya sehat dan energik, tetapi anak yang tidak bahagia biasanya lebih rendah kesehatannya.
  2. Anak yang bahagia memiliki kegiatan yang bertujuan, namun yang tidak bahagia banyak menghabiskan waktu untuk melamun, berpikir yang sedih-sedih dan menyesali diri.’
  3. Kebahagiaan juga mewarnai wajah anak dengan ekspresi gembira. Orang menanggapi secara positif terhadap kegembiraan, dan secara negatif terhadap ekspresi kemurungan.
  4. Kebahagiaan membekali anak dengan motivasi kuat untuk melakukan sesuatu, sedangkan ketikdakbahagiaan membekukan motivasi
  5. Anak yang bahagia menerima kekecewaan secara lebih tenang dan mencoba memahami alasannya. Anak yang tidak bahagia bereaksi dengan ledakan amarah dan tidak berusaha mempelajari kekecewaan yang dialami.
  6. Kebahagiaan mendorong hubungan sosial dan keikut-sertaan dalam kegiatan sosial sedangkan ketidakbahagiaan mendorong anak untuk mundur dan berorientasi pada diri sendiri.
  7. Masa kanak-kanak yang bahagia merupakan dasar untuk keberhasilan di masa dewasa, sedangkan ketidakbahagiaan meletakkan dasar untuk kegagalan.



Dari uraian di atas, kita bisa melihat betapa kebahagiaan menjadi sebuah kebutuhan yang harus dialami oleh setiap anak. Saya menyadari bahwa semua orang menginginkan kebahagiaan namun tidak semua orang bisa mewujudkannya. Semua anak menginginkan mereka menjadi bahagia dan mereka membutuhkan peran orangtua mereka. Memang tidak ada ukuran yang pasti mengenai kebahagiaan, tapi beberapa orang memberikan ukuran yang salah untuk kebahagiaan, dimana mereka  berpikir ketika anak-anak diberi fasilitas yang komplit, kartu kredit, mainan yang canggih, atau yang lainnya, mereka akan bahagia. Kita memang membutuhkan materi, namun materi bukanlah penentu utama kebahagiaan. Peran orangtualah yang menentukan kebahagiaan anak-anak dan tulisan ini hanya menyoroti kebahagiaan dari sisi peran orangtua. Masih ada banyak penentu kebahagiaan anak yang menjadi pendukung peran orangtua. Bagi anak-anak, mereka akan menikmati kebahagiaan jika ...

  • Asupan gisi atau kebutuhan mendasar dari fisik mereka terpenuhi. Anak-anak dapat menikmati makanan dan minuman yang sehat yang mendukung pertumbuhan fisik mereka. Hal ini tidak membuat mereka menjadi sakit-sakitan dan tidak membuat mereka harus beristirahat panjang hanya karena kekurangan gisi dan rentan sakit. Mereka juga dapat mengenakan pakaian yang pantas dan layak pakai (bersih, sesuai ukuran badan dan jenis kelamin, tidak harus mahal dan bermerk). Peran orangtua untuk bertanggung jawab dalam menyediakan kebutuhan mendasar ini sangat berpengaruh.
  • Orangtua mereka saling mencintai. Keharmonisan perkawinan orangtua memiliki dampak psikologis yang kuat bagi anak-anak. Hal yang paling ditakuti oleh anak-anak adalah perceraian orangtua mereka. Yang sering tidak disadari oleh pasangan yang bercerai adalah bahwa dalam hal perceraian selalu yang menjadi korban dari keegoisan mereka adalah anak-anak. Anak-anak menjadi malu, diam, pasif, murung, dan merasa dirinya buruk memiliki orangtua yang bercerai. Menurut Nilam Widyarini, bahwa anak korban perceraian terutama yang sudah berusia sekolah atau remaja, biasanya merasa ikut bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian perceraian tersebut.  Mereka juga merasa khawatir terhadap akibat buruknya yang akan menimpa mereka. Paling tidak perceraian tersebut menyebabkan munculnya kecemasan yang amat sangat terhadap kehidupan masa kini dan di masa depan. Anak-anak yang ayah ibunya bercerai sangat menderita dan mungkin lebih menderita dari pada orangtuanya sendiri.[2] Meskipun orangtua mencoba memperkecil resiko dari perceraiannya dengan hati-hati dan damai, namun akan tetap ada dampak negatif dari peceraian. Dalam keharmonisan perkawinan orangtua, anak-anak selain menikmati kebahagiaan, mereka juga belajar tentang membangun relasi yang baik, penghargaan terhadap orang lain, manajemen konflik yang benar. Ketika orangtua mereka saling mencintai, rumah akan menjadi tempat teraman bagi anak-anak.
  • Orangtua mau menerima mereka apa adanya. Sebuah penerimaan merupakan hal yang penting bagi anak dan juga bagi orang dewasa.  Penerimaan keberadaan anak tanpa syarat, termasuk di dalamnya adalah pemberian penghargaan, pujian, kehangatan, dll. Jika anak  mendapat penghargaan tapi bersyarat, maka anak akan cenderung mengalami kecemasan karena anak akan menuntut dirinya sesuai tuntutan dari lingkungan dan membuat anak tidak dapat berekspresi apa adanya. Orangtua yang selalu menuntut kesempurnaan atas prestasi anak akan membuat anak selalu merasa dituntut untuk melakukan yang terbaik. Ketika anak tidak mencapai apa yang menjadi tuntutan dari orangtuanya, dia akan merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri, merasa gagal. Atmosfir penerimaan tanpa syarat akan membentuk rasa aman dan nyaman bagi anak. Bahkan pada saat anak gagal, atmosfir penerimaan dalam keluarga akan membuat anak bisa belajar untuk bangkit dari kegagalan. Penerimaan orangtua juga terlihat dengan tidak adanya perbedaan perlakuan terhadap anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Tidak ada istilah “anak emas” atau perbandingan. Penerimaan orangtua terhadap anak-anaknya akan memperkuat relasi orangtua dengan anak, maupun anak-anak dengan saudara kandungnya. Dalam penerimaan tanpa syarat, perlunya orangtua menyatakan melalui bahasa cinta anak : kata-kata penguat/pujian, kualitas waktu/kebersamaan, pelayanan, hadiah, sentuhan fisik. Melalui bahasa cinta ini (meskipun tidak semua anak akan sama bahasa cintanya), namun anak akan merasa dicintai dan diterima jika orangtua berkomunikasi lewat bahasa cinta mereka.
  • Orangtua yang memberikan aturan atau disiplin yang sesuai dengan porsi /sesuai tahapan usia anak. Aturan atau disiplin yang berlebihan membuat anak menjadi cemas atau ketakutan jika mereka membuat kesalahan. Sehingga hal ini akan membawa anak pada sikap apatis, tidak mau mencoba hal-hal baru karena takut membuat kesalahan. Seringkali orangtua juga memberikan kritik yang tidak membangun dan merendahkan sebagai bagian dari disiplin mereka, sehingga anak menjadi tertolak dan terluka.
  • Orangtua yang memberikan contoh teladan hidup yang benar. Dalam keteladanan orangtua, anak dapat belajar bagaimana mereka harus hidup di dunia yang kompleks namun tetap ada dalam nilai-nilai yang benar. Keteladanan memberikan arahan kepada anak apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana mereka harus hidup dalam prinsip kebenaran meskipun ada resiko. Dari keteladanan anak juga belajar tentang hidup yang berintegritas dan konsisten. Yang sering menjadi persoalan bagi anak-anak adalah bagaimana mereka melihat orangtua mereka tidak konsisten dengan perkataan maupun perilaku mereka. Orangtua yang tidak konsisten antara perkataan dan perbuatannya, akan membuat anak-anak merasa tidak nyaman.
  • Orangtua yang memiliki spiritualitas dan keimanan yang kuat. Keyakinan spiritualitas akan memberikan pegangan bagi anak dalam meresponi tantangan hidup. Hal ini juga dapat menjadi sandaran bagi anak-anak ketika mereka mengalami  kesulitan hidup. Orangtua yang memiliki spiritualitas dan keimanan yang kuat akan membuat anak-anak merasa aman di tengah dunia yang tidak aman. Anak-anak akan hidup dalam iman yang telah ditanamkan oleh orangtua dalam diri mereka. Mereka bukan sekedar beragama tapi mereka menghidupi apa yang mereka yakini dan berjalan dalam kehendak Tuhan.

Kekokohan keluarga akan membuat keluarga menjadi tempat yang nyaman dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan emosi maupun fisik serta spiritual anak-anak. Ditengah serangan dan keadaan degradasi moral generasi, keluarga harus menjadi tempat teraman bagi anak-anak. Kebahagiaan anak dan peran orangtua dalam membesarkan anak-anak saling berkaitan. Mari wujudkan keluarga yang bahagia karena dari situlah anak-anak akan menikmati kebahagiaan di masa depannya. Selamat menjadi orangtua yang senantiasa menghadirkan kebahagiaan bagi anak-anak.





PUSTAKA :

[1] Mashar Riana, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, Jakarta:Kencana Prenada Media, 2011, h.70
[2] Widyarini, Nilam M.M, Relasi Orangtua dan Anak.Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009, h.35

1 komentar:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 8 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.net
    arena-domino.org
    100% Memuaskan ^-^

    BalasHapus